FREKUENSINEWS.COM,BATURAJA – Baturaja, salah satu kota administratif bersejarah di Sumatera Selatan, kembali menjadi sorotan dengan mengemukanya wacana pemekaran menjadi kota otonom.
Meski pernah gagal pada akhir 1990-an, semangat untuk meningkatkan status wilayah ini terus menggema, didukung oleh perkembangan pesat di sektor infrastruktur, ekonomi, dan jumlah penduduk.
Sejarah Singkat Kota Baturaja
Baca Juga: Pelajar SMA Tergencet Mobil dan Truk Saat Kecelakaan Beruntun di Muara Enim, Kendaraan Ringsek
Baturaja, yang saat ini berstatus sebagai perkotaan non-otonom di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), awalnya ditetapkan sebagai kota administratif pada 1982 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1982.
Penetapan ini didasari oleh pola kehidupan masyarakat yang semakin menunjukkan karakteristik perkotaan.
Wilayah ini kemudian dimekarkan menjadi dua kecamatan, yakni Baturaja Timur dan Baturaja Barat, yang berada di bawah kota administratif Baturaja.
Namun, era reformasi membawa perubahan besar. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menghapus keberadaan kota administratif, memberikan dua opsi: memekarkan wilayah menjadi kota otonom atau mengintegrasikannya kembali ke kabupaten induk.
Sumatera Selatan kala itu memiliki empat kota administratif: Baturaja, Prabumulih, Lubuklinggau, dan Pagar Alam.
Ketiga kota lainnya berhasil bertransformasi menjadi kota otonom pada 2001.
Namun, Baturaja gagal mencapai status tersebut akibat polemik sosial dan politik di Kabupaten OKU.
Sebagai gantinya, pada 2004 Kabupaten OKU dimekarkan menjadi tiga wilayah: OKU Timur, OKU Selatan, dan OKU induk, dengan Baturaja tetap menjadi ibu kota kabupaten induk.
Dorongan Pemekaran Kembali Menguat
Kini, setelah dua dekade lebih, wacana pemekaran Baturaja kembali mengemuka.