FREKUENSINEWS – Penjualan mobil di Indonesia masih menunjukkan tren lesu pada kuartal pertama tahun 2025. Penurunan daya beli masyarakat yang terus berlanjut menjadi faktor utama di balik kelesuan pasar otomotif tanah air.
Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Yohannes Nangoi, menyampaikan bahwa daya beli masyarakat yang tertekan, serta minat beli yang belum ada, menjadi hambatan utama dalam pergerakan pasar. "Daya beli masyarakat dan minat beli belum ada," ujar Nangoi di Jakarta Pusat, Kamis, 17 April 2025.
Berdasarkan data wholesales Gaikindo pada periode Januari-Maret 2025, industri otomotif Indonesia hanya berhasil mendistribusikan sebanyak 205.160 unit mobil. Angka ini mengalami penurunan sebesar 4,7 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, yang mencerminkan adanya tantangan ekonomi yang dihadapi masyarakat Indonesia, seperti inflasi, suku bunga tinggi, dan daya beli yang semakin menurun.
Baca Juga: Kunjungan Diplomatik Presiden Prabowo Subianto: Indonesia Ambil Peran Nyata di Tengah Tragedi Gaza
Selain faktor ekonomi domestik, ketidakpastian global juga turut mempengaruhi keputusan masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam pengeluaran besar, termasuk pembelian mobil baru. "Dunia memang lagi susah, dunia lagi tidak baik-baik saja. Makanya orang mau belanja memang lagi ditekan, (meski) uang ada," ungkap Nangoi.
Meski kondisi pasar masih lesu, Gaikindo belum merevisi target penjualan mobil di Indonesia pada tahun 2025. Nangoi berharap, setidaknya target penjualan bisa mencapai hasil yang sama dengan tahun 2024, yakni 900 ribu unit. "Tahun 2025 sampai dengan first quarter kita turun sampai sekitar 4,8 persen. Kita enggak terlalu muluk-muluk. Kalau kita bisa mengulangi sukses 2024 sudah luar biasa. Karena terus terang market-nya agak sedikit berat," tambahnya.
Nangoi juga mengungkapkan kekhawatirannya terkait penguatan nilai tukar Dolar AS yang dapat mempengaruhi harga mobil. "Dollar AS juga sudah menguat tinggi, saya mengkhawatirkan satu step lagi jangan sampai harga mobil ikut naik," jelasnya. Ia juga menyoroti penguatan nilai tukar Yen Jepang yang saat ini berada di kisaran Rp112 hingga Rp114 per Yen, yang turut memberikan dampak pada biaya produksi.
Baca Juga: Lonjakan Harga Emas Picu Fenomena Panic Buying di Masyarakat
Meski begitu, Nangoi tetap optimis dengan hadirnya model-model baru yang lebih terjangkau. "Yang menguntungkan masih banyak model-model baru yang datang dengan harga terjangkau. Mudah-mudahan market ini bisa ditutup dengan kondisi tersebut," tutupnya.
Kondisi pasar otomotif Indonesia 2025 masih penuh tantangan, namun Gaikindo berharap dengan strategi yang tepat, industri otomotif Indonesia bisa bertahan dan bahkan berkembang meskipun di tengah ketidakpastian ekonomi global dan domestik.***