FREKUENSINEWS – Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas II Lahat menggelar sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) untuk membahas kasus seorang Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) berinisial AT (17 tahun 11 bulan), Rabu (16/7/2025). Dalam sidang tersebut, Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Ahli Pertama, M. Habibur Rozak, menyampaikan pandangannya terkait efektivitas diversi bagi ABH.
“Diversi ternyata tidak membuat jera. Memang tergantung masing-masing anak, namun lingkungan sedikit banyak juga memengaruhi. Meski demikian, tetap kita berikan rekomendasi terbaik bagi anak,” ungkap Habibur Rozak di hadapan anggota TPP.
PK pengampu sekaligus pendamping ABH, Sadana Niempuna, menjelaskan bahwa AT sebelumnya pada tahun 2024 telah berhasil diupayakan diversi atas perkara pencurian. Namun, hanya berselang satu tahun, ABH kembali terjerat kasus pidana yang menjadi tindak pidana kedua yang dilakukannya.
Baca Juga: Kepala BNN Empat Lawang Ucapkan Selamat Tahun Baru Islam 1 Muharram 1445 H
“Sehari-hari, ABH bergaul dengan orang dewasa yang merupakan residivis. ABH juga terindikasi kecanduan terhadap alkohol dan narkotika,” ungkap Sadana saat memaparkan data anak, latar belakang, dan kronologi kejadian.
Setelah mempertimbangkan berbagai aspek, PK merekomendasikan agar ABH dijatuhi pidana penjara. “Rekomendasi ini diberikan dengan pertimbangan-pertimbangan yang ada demi kepentingan terbaik anak,” tegasnya.
Hasil sidang TPP kali ini menyepakati rekomendasi tersebut. Seluruh anggota TPP, baik tetap maupun tidak tetap, sepakat dengan langkah yang diambil PK pengampu.
Baca Juga: Putri Karlina, Wakil Bupati Garut dan Dokter Gigi yang Kini Resmi Jadi Menantu Dedi Mulyadi
Sementara itu, Kepala Bapas Lahat, Perimansyah, menginstruksikan agar PK pengampu segera menyelesaikan Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) dan mengirimkannya kepada pihak-pihak terkait. “PK juga harus mempersiapkan diri untuk mendampingi anak kembali pada tahap selanjutnya,” ujar Perimansyah.
Sidang TPP ini menjadi bagian penting dalam memastikan penanganan ABH dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik anak serta upaya mencegah terulangnya tindak pidana.***