FREKUENSINEWS - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyoroti serius persoalan kurangnya dokter gigi di Indonesia. Hingga April 2025, tercatat masih ada 2.737 Puskesmas atau sekitar 26,8% yang belum memiliki tenaga dokter gigi.
Menurut rilis resmi Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Rabu (16/4/2025), baru 73,2% Puskesmas atau sekitar 7.475 unit yang telah memiliki dokter gigi. Sementara itu, kebutuhan tenaga dokter gigi secara nasional diperkirakan mencapai ribuan lebih dibandingkan jumlah yang tersedia saat ini. Tercatat masih ada kekurangan sekitar 10.309 dokter gigi, dengan tingkat kelulusan dokter gigi per tahun masih tergolong rendah, yakni sekitar 2.650 orang saja.
Menghadapi kondisi tersebut, pemerintah telah mengambil sejumlah langkah strategis. Salah satunya adalah pencabutan moratorium pendirian Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) yang diberlakukan pada tahun 2022. Hasilnya, jumlah FKG meningkat dari 32 menjadi 38 fakultas.
Baca Juga: Ahli Keamanan Siber: Waspadai Bukti Transfer Palsu, Jangan Tertipu Tampilan Digital
Selain memperbanyak institusi pendidikan, pemerintah juga menaikkan kuota penerimaan mahasiswa kedokteran gigi serta menyelenggarakan program internship guna mempercepat distribusi lulusan ke daerah-daerah yang membutuhkan.
Upaya lain yang digencarkan adalah program penugasan khusus bagi dokter gigi ke wilayah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK). Inisiatif ini dirancang untuk menjangkau masyarakat di lokasi yang minim akses terhadap layanan kesehatan gigi.
Pemerintah juga memberikan beasiswa afirmasi kepada putra-putri daerah agar dapat menempuh pendidikan kedokteran gigi dan kembali mengabdi di wilayah asal. Skema ini diharapkan mampu menjawab ketimpangan distribusi tenaga medis di berbagai daerah.
Baca Juga: Gubernur Sumsel Tinjau Kesiapan PSU di Empat Lawang, Tekankan Netralitas Penyelenggara
Tak hanya dari sisi jumlah dokter, Kemenkes juga menyoroti keterbatasan sarana prasarana pelayanan gigi di Puskesmas. Untuk mengatasi hal tersebut, pemberdayaan sumber daya manusia alternatif seperti Terapis Gigi dan Mulut (TGM) terus dioptimalkan.
TGM merupakan tenaga kesehatan yang telah melalui pendidikan formal dan memiliki sertifikasi resmi, berbeda dengan praktik tukang gigi non-medis. Melalui pelatihan tambahan, para TGM diharapkan mampu memperluas layanan kesehatan gigi, khususnya di wilayah yang belum memiliki dokter gigi tetap.
Dengan kombinasi berbagai strategi tersebut, pemerintah berharap dapat meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan gigi dan mulut di seluruh Indonesia, demi mewujudkan pemerataan layanan kesehatan yang adil dan merata.***