nasional

Demokrasi vs Sistem Satu Partai: Dua Kutub Ekstrem dalam Pemerintahan Umat Manusia

Jumat, 18 April 2025 | 11:44 WIB
Demokrasi vs Sistem Satu Partai: Dua Kutub Ekstrem dalam Pemerintahan Umat Manusia (FREKUENSINEWS)

FREKUENSINEWS – Dalam sejarah pemerintahan umat manusia, berbagai sistem politik telah lahir dan berevolusi mengikuti dinamika zaman. Di antara sistem-sistem tersebut, demokrasi dan sistem satu partai sering kali dipandang sebagai dua kutub ekstrem yang kerap diperbandingkan, baik dalam wacana akademik maupun politik praktis.

Demokrasi menjanjikan kebebasan individu dan partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan politik, sementara sistem satu partai lebih mengedepankan efisiensi, stabilitas, dan disiplin kolektif. Kedua sistem ini memiliki kelebihan dan kelemahan yang tercermin dalam perjalanan negara-negara besar dunia seperti Amerika Serikat dan Tiongkok saat ini.

Demokrasi: Antara Idealisme dan Realitas

Baca Juga: Pasar Saham Eropa Melemah Usai ECB Pangkas Suku Bunga, Saham Teknologi dan Perbankan Tertekan

Demokrasi modern berkembang dari idealisme zaman pencerahan yang menjunjung tinggi kebebasan dan akal budi. Dalam sistem ini, kekuasaan bersumber dari rakyat melalui pemilu yang kompetitif dan terbuka. Kebebasan berpendapat, hak asasi manusia, dan sistem checks and balances menjadi landasan utama.

Namun, dalam praktiknya, demokrasi tidak selalu menghasilkan pemimpin yang bijaksana dan berintegritas. Seperti yang dikemukakan oleh Jason Brennan dalam bukunya Against Democracy (2016), “Democratic participation by the ignorant and irrational does not reliably produce just or competent government.” Artinya, demokrasi bisa menghasilkan pemimpin yang terpilih bukan berdasarkan kompetensi, melainkan popularitas semu atau manipulasi emosional.

Selain itu, sistem demokrasi kerap membuka celah bagi korupsi sistemik, di mana kompetisi politik yang mahal memaksa politisi mencari dana kampanye dari sumber-sumber yang tidak bersih. Ironisnya, demokrasi yang seharusnya menjadi alat keadilan bisa menjadi sarana bagi koruptor dan preman politik untuk mengakses kekuasaan.

Baca Juga: Komisi III DPR Minta Polri Susun Jadwal Rotasi Polantas Demi Kesehatan Anggota

Sistem Satu Partai: Disiplin dan Hierarki

Sebaliknya, sistem satu partai yang diterapkan di negara-negara seperti Republik Rakyat Tiongkok lebih menekankan pada stabilitas dan pembangunan jangka panjang. Pemimpin dalam sistem ini tidak muncul melalui popularitas, tetapi melalui proses karier panjang, disiplin organisasi, dan seleksi ketat dalam struktur partai.

Menurut Francis Fukuyama, “State capacity—its ability to enforce rules and deliver services—is often stronger in non-democratic regimes.” Dalam hal ini, sistem satu partai terbukti mampu menjalankan pembangunan besar-besaran secara efisien tanpa terhambat siklus elektoral jangka pendek. Tiongkok, misalnya, telah berhasil membangun infrastruktur megah dalam waktu singkat.

Baca Juga: Silaturahmi Akbar PPDI Ciamis: Hangatkan Kebersamaan, Perkuat Komitmen Pelayanan Desa

Namun, sistem ini juga mengandung kritik, terutama terkait dengan pembatasan kebebasan sipil, penindasan oposisi politik, dan sentralisasi kekuasaan yang dapat menimbulkan risiko absolutisme. Meski demikian, sistem ini dapat meminimalisasi politik uang dan menekan korupsi dengan tangan besi. Di Tiongkok, pejabat tinggi partai pun tak luput dari jerat hukum jika terbukti melanggar aturan.

Demokrasi dan Sistem Satu Partai: Mana yang Lebih Baik?

Perbandingan antara demokrasi dan sistem satu partai sering terjebak dalam dikotomi moralistik: demokrasi dianggap lebih luhur karena memberikan kebebasan, sementara sistem satu partai dipandang otoriter. Namun, realitas kontemporer menunjukkan bahwa demokrasi juga bisa melahirkan kekacauan, korupsi, bahkan pemimpin populis yang tidak rasional.

Baca Juga: Silaturahmi Akbar PPDI Ciamis: Hangatkan Kebersamaan, Perkuat Komitmen Pelayanan Desa

Sebaliknya, sistem satu partai memang membatasi kebebasan, tetapi memberi ruang bagi stabilitas dan pembangunan jangka panjang. Negara-negara demokratis seperti Brasil dan India seringkali kesulitan membangun infrastruktur karena tarik-menarik kepentingan politik, sementara negara satu partai seperti Tiongkok mampu melaksanakan proyek besar dengan lebih cepat.

Halaman:

Tags

Terkini

80 Pati TNI AD Naik Pangkat l, Ini Pesan Kasad!

Selasa, 2 Desember 2025 | 15:33 WIB