internasional

Konflik di Timur Tengah Memanas, Sementara Amerika Serikat Diterpa Gelombang Panas Ekstrem

Minggu, 22 Juni 2025 | 15:50 WIB
Konflik di Timur Tengah Memanas, Sementara Amerika Serikat Diterpa Gelombang Panas Ekstrem (Frekuensinews )

FREKUENSINEWS – Situasi di Timur Tengah semakin memanas setelah Amerika Serikat (AS) terlibat langsung dalam konflik Israel-Iran pada Juni 2025. Keputusan AS untuk meluncurkan serangan udara terhadap fasilitas nuklir Iran telah mengubah dinamika perang secara drastis.

Pada 21-22 Juni 2025, pesawat tempur AS, termasuk B-2 dan bom bunker-buster, menggempur tiga fasilitas nuklir utama Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan. Serangan ini dilakukan bersama dengan pasukan udara Israel.

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyebut serangan ini sebagai sebuah keberhasilan besar. Dalam pernyataannya, Trump mengungkapkan, "Pesawat kami pulang dengan aman, dan kami berharap serangan ini dapat memaksa Iran untuk meredam intensitas konflik di wilayah tersebut."

Baca Juga: Dukung Program Pusat, BNNK Empat Lawang: Ayo Pulihkan Diri Melalui Rehabilitasi

Namun, meskipun AS sibuk dengan eskalasi perang di Timur Tengah, mereka harus menghadapi ancaman besar di dalam negeri. Sebuah gelombang panas ekstrem yang dipicu oleh fenomena "heat dome" kini tengah melanda hampir seluruh wilayah AS, dari Great Plains hingga Pantai Timur dan bagian Barat Tengah.

Gelombang Panas Ekstrem di AS

Sejak akhir pekan lalu, hampir 200 juta orang di AS terpapar suhu ekstrem yang disebabkan oleh tekanan atmosfer tinggi (heat dome) yang diperkirakan akan berlangsung hingga awal minggu depan. Banyak kota besar seperti New York, Chicago, Washington D.C., Boston, dan Philadelphia telah mencatatkan suhu siang hari yang mencapai 100 hingga 102°F (37-39°C), dengan indeks panas yang melebihi 105°F.

Fenomena ini, yang jarang terjadi, menimbulkan ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat. Badan Cuaca Nasional memperingatkan bahwa suhu yang sangat tinggi ini akan berdampak langsung pada jutaan orang yang terpaksa menghadapi panas ekstrem, dengan potensi risiko kematian akibat dehidrasi dan masalah pernapasan.

Dampak Kesehatan dan Rekor Suhu

Gelombang panas yang panjang ini akan memengaruhi lebih dari 250 rekor suhu harian di sejumlah kota besar, termasuk New York City, Washington D.C., dan Boston. Di New York, suhu dapat mencapai 97°F (36°C) pada hari Minggu hingga Selasa, sementara di Washington, DC, suhu diperkirakan akan menembus angka 100°F, memecahkan rekor tertinggi yang pernah tercatat.

Panas ekstrem menjadi salah satu bentuk cuaca yang paling mematikan di AS. Studi yang dilakukan pada 2023 menyebutkan bahwa gelombang panas bertanggung jawab atas lebih dari 800 kematian setiap tahunnya. Para ahli kesehatan masyarakat memperingatkan bahwa dampak suhu ekstrem ini jauh lebih mematikan apabila suhu malam hari tetap tinggi dan kelembapan yang tinggi membuat tubuh kesulitan untuk mendinginkan diri.

Krisis Cuaca Menyusul Titik Balik Matahari

Fenomena panas ekstrem ini terjadi tepat setelah titik balik matahari musim panas, yang jatuh pada Jumat malam, 20 Juni 2025. Saat itu, posisi Bumi berada pada jarak terdekat dengan matahari, menghasilkan hari yang paling panjang dalam setahun dengan sinar matahari yang lebih intens.

Menurut para meteorolog, suhu tertinggi biasanya terjadi pada bulan Juli atau Agustus, tetapi tahun ini, suhu ekstrem di sebagian besar wilayah AS—kecuali beberapa bagian Gurun Barat Daya—diperkirakan akan mencapai puncaknya dalam beberapa hari mendatang.

Dengan suhu yang meningkat drastis, para ahli cuaca juga mencatat bahwa suhu malam hari kini lebih cepat memanas, menyebabkan tubuh kesulitan untuk pulih. Hal ini menambah kekhawatiran tentang meningkatnya jumlah kunjungan ke rumah sakit akibat masalah kesehatan terkait panas, yang akan terus membebani sistem kesehatan negara.

Halaman:

Tags

Terkini