Frekuensi News - Tiga dosa besar pendidikan Indonesia yang pernah disingguh oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim yang terdiri dari intoleransi, perundungan, dan kekerasan seksual.
Untuk kali ini, berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang mengungkapkan pada siaran pers pada Rabu, (29/12/2021), adanya kasus perundungan yang mayoritasnya berbentuk tawuran pelajar di satuan pendidikan.
Seperti diketahui, perundungan atau bullying adalah perilaku tidak menyenangkan baik secara verbal, fisik, ataupun sosial di dunia nyata maupun dunia maya yang membuat seseorang merasa tidak nyaman, sakit hati dan tertekan baik dilakukan oleh perorangan ataupun kelompok.
Baca Juga: Mengenal Kurikulum Prototipe, Paradigma Baru Pendidikan Indonesia Tahun 2022
Perundungan dianggap telah terjadi bila seseorang merasa tidak nyaman dan sakit hati atas perbuatan orang lain padanya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Catatan KPAI: 17 Kasus Perundungan dan Kekerasan di Lingkungan Sekolah Terjadi Sepanjang 2021", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2021/12/29/15430801/catatan-kpai-17-kasus-perundungan-dan-kekerasan-di-lingkungan-sekolah?page=all.
Penulis : Tatang Guritno
Editor : Dani Prabowo
Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L
Kasus perundungan dan kekerasan pada anak di lingkungan sekolah masih banyak terjadi sepanjang tahun ini. Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti mengatakan, KPAI mencatat ada 17 kasus kekerasan yang melibatkan peserta didik dan pendidik.
Dikutip dari Pikiran-Rakyat.com dengan judul KPAI Rilis Data Perundungan Selama 2021, Tawuran Pelajar Paling Banyak, Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan, kasus perundungan dan kekerasan terjadi mulai dari tingkat sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA) di sejumlah daerah.
Adapun rincian kasus-kasusnya terpantau mulai 2 Januari–27 Desember 2021
Ia menyebutkan, wilayah kasus-kasus yang terjadi meliputi 11 provinsi, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Banten, Kepulauan Riau, Sulawesi tenggara, Kalimantan Utara, NTT, NTB dan Sumatera Selatan.
Sedangkan kabupaten/kota meliputi Bekasi, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Bandung, Karawang (Jawa Barat); Kulonprogo dan Bantul (D.I. Yogajakarta); Malang (Jawa Timur); Jakarta Selatan (DKI Jakarta); Tanggerang Selatan (Banten); Kota Batam (Kepri); Bau Bau (Sulawesi tenggara); Kota Tarakan (Kalimantan Utara); Alor (NTT); Dompu (NTB); Musi Rawas (Sumatera Selatan).
Untuk jenis kasus kekerasan atau perundungan, seperti kasus kekerasan berbasis SARA (Suku, Agama dan Ras) sebanyak 1 kasus perundungan/pembullyan sebanyak 6 kasus dan kasus tawuran pelajar sebanyak 10 kasus.
Baca Juga: Budaya Feodalisme pada Pendidikan Indonesia Menghambat Sikap Kritis Pelajar
"Ternyata, meski pandemi Covid-19, namun tawuran pelajar tetap terjadi. Bahkan menurut data Polres Kota Bogor, terjadi peningkatan jumlah tawuran pelajar sepanjang tahun 2021," katanya, Rabu, 29 Desember 2021.
Menurut Retno, para pelaku kekerasan di pendidikan terdiri dari teman sebaya, guru, orangtua, Pembina dan Kepala sekolah. Teman sebaya mendominasi, yaitu ada 11 kasus yang melibatkan teman sebaya, sedangkan pelaku guru ada 3 kasus; dan pelaku Pembina, kepala sekolah dan orangtua siswa masing-masing 1 kasus.
Adapun korban mayoritas adalah anak, hanya 1 kasus korbannya adalah guru yang mengalami pengeroyokan yang dilakukan oleh orangtua siswa. "Yang mengenaskan, korban ada yang meninggal dan mengalami kelumpuhan," ujarnya.
Baca Juga: Program Asesmen Nasional Pendidikan dengan Tujuan Mengukur Kualitas Pendidikan Indonesia
Ia menambahkan, korban meninggal karena tawuran ada 5 orang, karena dianiaya guru ada 1 siswa meninggal; dan 1 siswa di Musi Rawas mengalami kelumpuhan setelah dikeroyok teman sebayanya.
Retno menuturkan, KPAI mengecam segala bentuk kekerasan di satuan pendidikan, sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi peserta didik.
Ia mendorong Kemendikbudristek melakukan monitoring dan evaluasi terkait implementasi dari Permendikbud No. 82 tahun 2015 tentang pencegahan dan penanggulangan kekerasan di satuan pendidikan.
Baca Juga: Gencarkan Pendidikan Karakter, Sains Jadi Salah Satu yang Penguatan PPK
"Karena dari hasil pengawasan KPAI di sejumlah sekolah yang terdapat kasus kekerasannya ternyata pihak sekolah tidak mengetahui Permendikbud tersebut," ujarnya.
Pokja Pencegahan Kekerasan
Sebelumnya, Kemendikbudristek telah membentuk Kelompok Kerja (pokja) Pencegahan dan Pengananan Kekerasan di Bidang Pendidikan yang diresmikan pada 20 Desember 2021.
Mendikbudristek Nadiem Makarim mengatakan, pembentukan pokja dimaksudkan untuk semakin memperkuat upaya dan kolaborasi dalam pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan.
Baca Juga: Dua Wanita Indonesia Masuk Kategori Most Powerful Women Versi Forbes 2021
"Kita butuh rencana tindak lanjut yang konkret untuk memastikan semua inisiatif yang kita rancang bisa diimplementasikan secara berkelanjutan," katanya.
Ia menambahkan, saat ini terdapat dua aturan yang memberikan panduan pencegahan dan penanganan tindak kekerasan di lingkungan pendidikan, yaitu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan.
Baca Juga: Dampak Perkembangan Psikologis Anak Korban Perundungan dan Bullying
Artikel Terkait
Cara Pendidikan Lawan Pelecehan dan Kekerasan Seksual di Kampus
Mendikbudristek Buat Pokja Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Pendidikan
Mengenal Kurikulum Prototipe, Paradigma Baru Pendidikan Indonesia Tahun 2022
Kupas Tuntas! Implementasi Kurikulum Prototipe pada Jenjang SMA Pendidikan Indonesia
Implementasi Kurikulum Prototipe di Jenjang SMK dan SLB pada Pendidikan Indonesia