FREKUENSINEWS.COM,BOGOR – Bangunan objek wisata Hibisc Fantasy di kawasan Puncak, Bogor, menjadi sorotan setelah banjir melanda wilayah tersebut beberapa hari lalu. Pasalnya, lokasi wisata ini berdiri di area resapan air hulu Sungai Ciliwung yang telah beralih fungsi lahan.
Selain itu, bangunan di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, ini juga diketahui melanggar aturan site plan dan belum memiliki izin lengkap. Akibatnya, pemerintah daerah melakukan penyegelan terhadap objek wisata tersebut pada Kamis (6/3/2025).
Namun, penyegelan ini rupanya tidak cukup bagi warga sekitar. Masyarakat berbondong-bondong mendatangi lokasi dan menuntut agar bangunan tersebut dibongkar.
Baca Juga: Keluarga Satpam yang Tewas Dibunuh Majikan di Bogor Harap Pelaku Dihukum Setimpal
Massa yang memadati kawasan wisata tersebut kemudian merangsek masuk dan menghancurkan pintu masuk Hibisc Fantasy. Bahkan, pos keamanan yang berada di depan gerbang turut mengalami kerusakan akibat aksi spontan warga.
Kasatpol PP Provinsi Jawa Barat, M. Ade Afriandi, menjelaskan bahwa massa mendesak operator alat berat yang ada di lokasi untuk langsung melakukan pembongkaran.
"Ada pihak yang ingin segera, tidak menunggu deliniasi dan sebagainya. Sehingga tadi dengan cara mereka, secara massa minta paksa tenaga operator untuk melakukan pembongkaran gerbang," ujarnya.
Baca Juga: Patung Penyu Viral di Gadobangkong Ternyata dari Kardus, Kini Sedang Diperbaiki
Ade juga mengungkapkan bahwa massa yang terlibat dalam aksi ini bukan hanya warga setempat, tetapi juga para mantan pedagang kaki lima (PKL) yang sebelumnya ditertibkan di sepanjang Jalan Raya Puncak.
"Jadi tadi aksi massa ini banyak diikuti oleh mantan PKL di kawasan ini. Mereka meluapkan kepuasan sebagai tanda bahwa kawasan Hibisc Fantasy benar-benar ditertibkan," tambahnya.
Hingga saat ini, pemerintah daerah belum memberikan pernyataan lebih lanjut terkait kemungkinan pembongkaran total bangunan tersebut.
Baca Juga: Menelusuri Kampung Janda di Bogor, Kisah dan Tradisi yang Menarik
Namun, aksi warga ini menandakan adanya ketidakpuasan atas keberadaan objek wisata yang dianggap merugikan lingkungan sekitar.