FREKUENSINEWS — Sidang kasus dugaan korupsi dan gratifikasi yang menjerat mantan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sumatera Selatan, Deliar Marzoeki, kembali digelar dan menjadi sorotan publik.
Dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, Senin (23/6), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Deliar dengan hukuman penjara selama 8 tahun.
Tuntutan tersebut dibacakan oleh JPU Syaran Jafidzhan di hadapan Ketua Majelis Hakim Idi Il Amin.
Baca Juga: Pastikan Sarpras Keamanan Siap Pakai, Lapas Muara Enim Lakukan Perawatan Senjata Api
Dalam tuntutannya, jaksa menyatakan bahwa Deliar terbukti secara sah dan meyakinkan telah menerima gratifikasi sebesar Rp1,3 miliar terkait perizinan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
“Sebagaimana dalam dakwaan primair, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya,” tegas JPU Syaran.
Selain pidana pokok, JPU juga menuntut pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp1,3 miliar. Jika tidak dibayarkan dalam waktu yang ditentukan, Deliar akan menghadapi pidana tambahan berupa kurungan penjara selama 4 tahun.
Kasus ini mencuat setelah aparat penegak hukum melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap sejumlah pihak di lingkungan Disnakertrans Sumsel. Penyelidikan mengungkap adanya aliran dana dari perusahaan-perusahaan yang mengurus izin K3, sebuah persyaratan penting bagi operasional industri dalam memenuhi standar keselamatan kerja yang ditetapkan pemerintah.
Dana gratifikasi tersebut diduga disalurkan melalui perantara dan oknum internal dinas, sebelum akhirnya mengalir ke rekening pribadi Deliar.
Baca Juga: Wali Kota dan DPRD Pagar Alam Sahkan LPP APBD 2024, Tekankan Transparansi dan Percepatan Pembangunan
Jaksa menyatakan bahwa perbuatan terdakwa melanggar Pasal 12B ayat (1) dan (2) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Dalam tuntutannya, JPU juga menggarisbawahi sejumlah hal yang memberatkan terdakwa, antara lain:
-
Tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.