“Pemerintah tidak ingin mematikan hiburan rakyat, tapi menatanya agar tidak menimbulkan dampak negatif. Hiburan boleh, tapi harus tertib. Jika melanggar, tentu ada sanksi mulai dari penyitaan alat musik hingga pencabutan izin operasional,” tegas Wakil Bupati dengan nada tegas namun penuh empati.
Selain mengatur larangan musik remix dan batas waktu penyelenggaraan hiburan, Perda ini juga memuat ketentuan sanksi tegas bagi pelanggar. Penyelenggara hajatan yang melanggar dapat dikenakan kurungan hingga enam bulan dan denda lima puluh juta rupiah.
Menariknya, hingga kini masih ada perbedaan batas waktu antara aturan Perda (pukul 22.00 WIB) dan izin kepolisian (pukul 18.00 WIB). Terkait hal ini, Iwan Tuaji memastikan bahwa pemerintah akan melakukan pembahasan lanjutan bersama aparat keamanan agar keputusan yang diambil tidak hanya tegas, tetapi juga adil bagi masyarakat.
“Kita ingin aturan ini bisa diterapkan dengan bijak. Bupati akan memutuskan waktu yang paling tepat, dengan mempertimbangkan semua kepentingan,” ujar Iwan.
Tak hanya berhenti pada sosialisasi, Pemkab PALI juga menggelar Rapat Koordinasi Forkopimda dan Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) di Pendopo Rumah Dinas Bupati pada hari yang sama.
Rapat yang mengusung tema “Sinergi Forkopimda dan FKDM dalam Penegakan Perda No. 1 Tahun 2025 serta Pencegahan ATGH (Ancaman, Tantangan, Hambatan, dan Gangguan) di Kabupaten PALI”ini menjadi bentuk nyata kolaborasi lintas sektor dalam menjaga kondusivitas wilayah.
Dengan implementasi Perda ini, PALI menegaskan diri sebagai daerah yang tak hanya fokus pada pembangunan fisik, tetapi juga pada pembentukan karakter sosial dan budaya masyarakatnya. (***)