FREKUENSINEWS - Harga kopi di pasaran telah meningkat tajam belakangan ini, memberi keuntungan bagi para petani kopi. Namun, kondisi ini juga menghadirkan tantangan signifikan.
Pasokan kopi global terganggu oleh cuaca ekstrem di Brazil dan Kolombia. Sementara itu, di Indonesia, khususnya di Dampit Selatan, produksi kopi menurun akibat perubahan penggunaan lahan.
Di Desa Sukodono, Dampit Selatan, banyak kebun kopi yang dulunya subur kini dibiarkan menjadi semak belukar.
Baca Juga: Sumatera Selatan: Lima Kabupaten dengan Produksi Kopi Terbesar dan Mendunia
Ini terjadi karena secara ekonomis, merawat pohon kopi dianggap tidak menguntungkan, terutama sebelum kenaikan harga kopi baru-baru ini.
Banyak petani beralih menanam sengon, kapulaga, dan salak yang dianggap lebih menguntungkan.
Contohnya, kebun kopi yang kini ditanami sengon karena perawatannya lebih murah dibandingkan kopi. Kebun kopi yang tidak dirawat akhirnya mati karena ditumbuhi tanaman liar.
Baca Juga: Kisaran Diangka 70 Ribu per Kilogram, Harga Biji Kopi Naik di Bulan Juli 2024
Penurunan produksi kopi di Dampit Selatan memengaruhi pasokan kopi lokal dan harga kopi di pasaran.
Pasokan yang sedikit sementara permintaan tinggi menyebabkan harga naik.
Beberapa petani tetap menanam kopi meski dalam jumlah kecil, berharap harga kopi yang tinggi bertahan dalam beberapa tahun ke depan sehingga usaha mereka tetap menguntungkan.
Baca Juga: Pedoman Kalender Pendidikan Madrasah 2024/2025 Resmi Dirilis
Perubahan penggunaan lahan ini menunjukkan adaptasi petani terhadap kondisi ekonomi dan lingkungan yang berubah. Meskipun demikian, petani yang tetap menanam kopi berharap akan masa depan yang cerah dengan tren kenaikan harga kopi.
Dalam situasi ini, penting bagi petani kopi untuk mendapatkan dukungan seperti pelatihan, bantuan teknis, dan akses ke pasar yang lebih baik agar mereka dapat bertahan dan berkembang di tengah tantangan yang ada.